Sigale Gale

4:43 AM Joe Guide Medan 0 Comments



Ketika Anda mengunjungi rumah adat Batak di desa Tomok, Anda akan menemukan sebuah patung Sigale-gale di depan rumah Bolon. Sigale-gale sendiri sudah cukup dikenal oleh masyarakat luas sebagai boneka kayu yang digerakkan untuk menari. Pertunjukan tarian boneka Sigale-gale sudah sangat langka. Konon, jumlah boneka Sigale-gale ini hanya tinggal beberapa saja. Untungnya, hingga kini Sigale-gale belum punah, dan desa Tomok merupakan satu tempat di mana tari Sigale-gale ini masih terus dilestarikan.
Menurut legenda yang ada, ada berbagai macam versi cerita dibalik boneka Sigale-gale. Salah satunya berkisah tentang Sigale-gale yang dulunya merupakan anak seorang raja. Sebagai putra tunggal Raja Rahat, dia merupakan satu-satunya penerus keturunan. Konon menurut cerita, dia dianugerahi ketampanan sebagai seorang putra raja. Suatu ketika, sang putra raja mengalami sakit keras hingga akhirnya meninggal. Kematian Sigale-gale ini menyebabkan Raja kehilangan kendali atas dirinya dan mengalami gangguan jiwa. Seorang tabib mengatakan bahwa raja sakit karena rindu yang teramat dalam kepada putra semata wayangnya. Oleh karena itu, demi mengobati sang raja, tabib tersebut mengusulkan untuk dibuat suatu upacara di kerajaan tersebut dan memahatkan sebuah kayu yang menyerupai wajah anaknya Sigale-gale. Di dalam upacara itu, tabib memanggil roh Sigale-gale dan rohnya tersebut dimasukkan ke dalam boneka kayu tersebut. Kemudian boneka kayu tersebut menari (baca: manortor) dengan iringan khas musik Batak Toba. Boneka yang berisikan arwah Sigale-gale tersebut menari selama tujuh hari tujuh malam. Pada hari kedelapan, boneka tersebut pun berhenti menari.
Namun saat ini, boneka yang ada sekarang hanyalah replikanya saja. Pertunjukan yang sekarang masih bisa disaksikan oleh para pengunjung pun tidak lagi menari sendiri secara mistik diiringi music Batak, seperti yang dulu pernah diceritakan. Kini, boneka Sigale-gale digerakkan oleh orang supaya menari layaknya manusia. Namun, pertunjukan tarian boneka Sigale-gale memang tetap menarik dan menghibur.  Boneka Sigale-gale ini digerakkan untuk menari layaknya manusia. Boneka dengan tinggi mencapai satu setengah meter ini diberi kostum tradisional Batak. Gerak-gerik Sigale-gale yang muncul selama pertunjukan mengesankan gerik-gerik manusia. Kepala bisa diputar kesamping kanan maupun kiri, mata dan lidahnya dapat bergerak, kedua tangan dapat bergerak-gerak menyerupai orang menari, bahkan boneka ini dapat berposisi merendah, seperti orang jongkok pada waktu menari.
Boneka Sigale-gale yang dapat menari ini digerakkan oleh dua sampai tiga orang dalang yang berada di belakang boneka sambil marik julur-julur tali untuk membuat bagian-bagian boneka tersebut bergerak seperti menari. Dulu, konon katanya, julur-julur tali tersebut tidak pernah ada. Boneka yang menari tersebut bergerak dengan kekutan gaib yang dimiliki oleh dalangnya. Bila zaman dulu tarian Sigale-gale diiringi iringan musik khas Batak dengan berbagai instrumennya, kini, pertunjukan tarian Sigale-gale ini sering menggunakan rekaman kaset audio untuk sebagai pengiring.
Yang menarik dari Sigale-gale ini adalah cerita mistis yang mengiringi keberadaannya. Konon katanya, terkait dengan pembuatan boneka kayu ini, seseorang yang bersedia membuat patung boneka ini akan menjadi tumbal. Setelah menyelesaikan boneka tersebut, sang pemahat akan meninggal. Kepercayaan ini akhirnya membuat boneka Sigale-gale menjadi eksklusif dan tidak pernah dibuat dalam jumlah banyak.
Jika Anda mau menonton langsung pertunjukan tarian boneka kayu Sigale-gale ini, Anda bisa memesan langsung dengan bayaran tertentu. Namun, jika Anda beruntung, Anda dapat menumpang melihat pertunjukan ini dari pengunjung lain yang sudah memesannya. Terkadang, Anda akan dipungut tarif seikhlasnya. Anda juga dapat meminta kepada pengusaha pertunjukan untuk memainkan tarian Sigale-gale ini dengan diiringi musikal gondang Batak dengan delapan sampai sepuluh penari pengiringnya. Selain di Desa Tomok, Anda juga dapat menonton pertunjukan tari Sigale-gale ini di Museum Hutabolon Simanindo.

0 comments: